Laman

Sabtu, 27 November 2010

SUKA DUKA SMA

            Suatu hari jalan-jalan ke pameran buku sama temen-temen rohis. E.... ketemu buku “100% DAKWAH KEREN!”, yang ditulis oleh Sofwan Al Banna.  Langsung lahap sapai habis. Jadi,”SIAP TEMPUR LAGI!!! LANJUTKAN.....”
            Ketika dulu membaca buku ini aku dalam keadaan ‘menjadi orang yang merasa jenuh kehilangan orientasi dalam dakwah’, (cocok sama sasaran pembaca dalam buku ini). Jenuh karena saking banyaknya masalah yang terjadi. waktu itu di ROHIS SMA 7 Purworejo dan KARISMA(Keluarga Rohis SMA/SMK/MA se-Purworejo) sedang banyak-banyaknya kegiatan dan juga masalah. Sampai-sampai ada seorang alumni yg bilang “aku nggak mau lihat de Khusnul nangis lagi,”(ketahuan cengengnya nih!he....). karena setiap ada masalah aku pasti curhat sama alumni & nangis. Mereka selalu bilang, ”ini proses tarbiyah untukmu dek!” tanpa memberikan solusi. Hmmm... dongkol juga sebenarnya digituin. Tapi sekarang dah bisa ambil hikmah dari ucapan itu. Sunguh luar biasa memang, menjadikan aku lebih bisa bersikap dewasa dan tanggung jawab.
            Banyak banget pelajaran yang dapat aku ambil dari buki ini, beberapa diantaranya yang akan aku ceritakan berikut ini.
A.    Tentang Dakwah Fardiyah(DF).
Kata temen-temenku di rohis dulu, aku orangnya nggak bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Sosok yang ditakuti, serius dan tak kenal kompromi. Aku akui, memang begitulah aku.
Setelah aku baca buku ini, aku jadi tau, betapa pentingnya DF untuk mengajak orang lain, belajar bersama untuk mengenal Allah. Mulai dari itu aku belajar untuk bisa melakukan DF denga baik. Dengan mulai melepaskan sedikit idealismeku, agar bisa diterima temen-temen yang masih ammah; Mulai mendekati mereka secara pribadi; Menjadikan diri sebagai pribadi magnsetis(pinjem istilah salah satu judul buku); dll.
Alhamdulillah usahaku pun berbuah manis. Banyak teman yang mengaku awalnya takut dengan diriku, takut harus gini harus gitu, e....tapi ternyata kalau udah kenal beneran, enak orangnya. Bahkan akhirnya banyak yang terbuka dan curhat ke aku, baik masalah pribadi maupun bertanya soal pengetahuan agama. Bukan hanya sesama angkatan, ataupun adik angkatan, tapi juga kakak angkatan.
Kisah yang lucu. Waktu itu di masjid sekolah aku dan temen kelasku yang kebetulan anak rohis sedang berdiskusi.
Tiba-tiba ada yang menyapa dari balik hijab, dan langsung bilang, “mb khusnul ya?”
“iya, ada apa de,” jawabku dari balik hijab, aku kurang begitu tau dia siapa. Yang aku tau, hari sebelumnya dia mengikuti kajian akhwat yang aku isi dari balik hijab juga. Dia anak kelas X. Dia tiba-tiba curhat panjang lebar tentang masalahnya. Aku sebisa mungkin memposisikan diri sebagai pendengar yang baik dan mencoba untuk mengajaknya memecahkan masalah tersebut.
Setelah adik angkatanku itu pergi, temenku tadi crita, kalau dialah yang sekarang ini menjadi idola para cewek di sekolah, bukan hanya yang satu angkatan dengannya saja, tapi kakak kelasnya juga mengejarnya.(ketahuan nggak ma’rifatul medan nih! He............).
Tak lama kemudia, ada suara ikhwan lagi dari balik hijab. Dia tiba-tiba minta untuk curhat juga. Yang satu ini aku nggak tau sama sekali siapa? Hari yang aneh pikirku. Ada dua orang ikhwan kelas X yang tak aku kenal, curhat dalam waktu yang sama. Yang lebih bikin aku kaget dia curhat kalau dia sedang dilanda virus merah jambu dengan adik kelasku waktu SMP(gubrag....!), yang kebetulan satu kelas dengannya.
B.     Jaminan pertolongan Allah, jika kita menolong agama Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan pijakan kakimu,”(QS. Muhammad: 7)
Aku tambah yakin setelah baca buku ini bahka ketika kita menolong agama Allah(berdakwah), Allah pasti akan menolong kita.
Sebuah crita dipenghujung SMA. Mungkin kalau yang tahu diriku, aku di cap anak bandel. Udah sakit-sakitan, mo hadapi ujian kelulusan, masih ja sibuk ngurusi dakwaah sekolah. Sampai-sampai ada temen kost yang bilang, “Masih muda, kok dibuat susah!”
Tapi Alhamdulillah aku bisa lulus ujian dengan baik dan dapat ketrima di dua Universitas Negeri sekaligus, di Yogyakarta. Padahal temen-temen yang lebih piter dari aku banyak yang belum keterima di perguruan tinggi manapun. Aku yakin hanya tangan-tangan Allah lah yang bekerja.
C.     Dana Minim+Ingin dakwah lebih produktif = Dakwah media.
Uang itu nggak turun begitu aja dari langit tapi harus diusahakan. Sebagai pemula kadang nggak perhitungan kalau bikin acara. Yang ada dipikiran, yang penting acaranya sukses. Kayak pengalaman penulis buku ini yang defisit sampai satu juta.
Udah mending ya, kalau bisa menggunakan sponsor. Lha di birokrasi sekolahku, setiap acara Rohis dilarang pake sponsor, sebesar apa pun acara itu. Alhamdulillah kalau uang dari sekolah bisa turun banyak, tapi ini uang yang turun bisa mencekek leher panitianya, alias sangat minim. Ditambah lagi uang masjid dan infaq siswa tidak dikelola oleh rohis lagi.
Bukan hanya masalah dana saja, tapi kadang pergerakan dakwah juga dibatasi. Proposal kegiatan kadang ditolak dengan alasan ini itu. Islam phobia memang telah menjangkiti sebagian besar orang islam sendiri. (kok malah jadi curhat ya? He....Afwan!)
Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Itu yang melandasi pikiranku untuk menembus dakwah media. Selain bernilai profit, misi dakwah kita juga bisa kena. Dengan dakwah media, kita bisa menembus ruang dan waktu seperti kata penulis di 100% Dakwah Keren ini. Tapi kita juga harus tau bagaimana kondisi medan dakwah kita.
Awalnya untuk menembus dakwah media, hanyalah anggan-anganku pribadi sejak kelas satu SMA, karena melihat perekonomian rohis yang cukup rumit.(he...awalnya kok udah profit oriented ya?). Hmmm... baru setelah aku jadi pengurus, baru kepikiran bahwa ini adalah dakwah yang paling efektif. Karena waktu itu nggak ada program rohis yang atmosfir dakwahnya mengenai seluruh masyarakat sekolah.
Setelah ngobrol, diskusi, grumpi sana sini sama temen-temen pengurus lain, Alhamdulillah mereka setuju.
Kami bentuk sebuah tim untuk mewujudkan dakwah media ini. Dari SWOT lapangan, persiapan pengajuan proposal kepihak sekolah, sampai jalannya kepengurusan dakwah media semuanya tim yang mengerjakan.
Kalau dakwah pengin diterima, harus disesuaikan dengan medan dakwahnya. Akhirnya kami buat sebuah buletin yang memiliki ciri khas tersendiri. Ada kartun religinya, trus bahasanya pakai bahasa anak muda, gaul abis pokoknya deh. Sampai-sampai pada heran, “beneran ini anak rohis yang nulis?” (wah.... berarti selama nie, anak rohisnya keliatan serius-serius? Belum tau mereka, he...).
Proses sampai terwujudnya media dakwah ini ternyata tidak semudah yang kami bayangkan. Proposal pun diajukan, untuk mendapatkan persetujuan. Dikira langsung dapat tanda tangan dengan mudah, karena tanpa minta dana sepeser pun dari sekolah. E..... ternyata harus menjalani syarat ini itu. Yang paling aku inget, disuruh ngumpulin seluruh perwakilan kelas, mempresentasikan proposal, trus minta tanda tangan mereka semua. Jangan dikira mudah. Apalagi selama ini rohis dipandang ‘ekstrim’. Perlu beberapa waktu untuk membujuk mereka, biar tanda tangan semua.
Alhamdulillah, dengan pertolongan Allah buletin rohis boleh diterbitkan.
Banyak pengalaman mengesankan dari perjalanan mengelola buletin. Dari yang aku buru-buru nulis materi utama pas pelajaran, karena sudah ditagih sekretarisnya, sampai disindir guru; Temenku yang cari percetakan sampai maghrib, karena percetakannya langganan, alatnya sedang rusak. Sedangkan percetakan lainnya pada penuh. Mencari percetakan muter-muter Purworejo sampai maghrib, ditambah lagi, ketilang karena nggak punya SIM. Dan juga motor itu hasil minjem lagi. Otomatis harus mintaa maaf sebesar-besarnya sama yang punya. Untung yang punya baik hati; Bukan hanya itu, yang tadinya berharap dapat laba dari buletin, e.... bukannya dapet laba tapi malah harus merogoh saku sendiri. Susahnya minta ampun buat ngambil uang kas dari bendahara masing-masing kelas; Huf... kadang juga harus mengelus dada ketika kertas-kertas itu dibuat kapal-kapalan atau pesawat terbang sama temen-temen, terus akhir-akhirnya nyasar di bak sampah.
            Ya beginilah sekelumit suka duka di SMA. Yang kadang menuai keputus asaan, tapi berkat 100% DAKWAH KEREN, ghiroh itu selalu berkobar.

Kisah ini untuk diikutsertakan dalam Lomba Kisah Menggugah Pro-U Media 2010 di http://proumedia.blogspot.com/2010/10/lomba-kisah-pendek-menggugah-pro-u.html


















Sabtu, 20 November 2010

CINTA BERSEMI SESAMA AKTIVIS


Cinta....  memang tak ada habis-habisnya untuk dikupas. Dari awal pertama kalinya manusia hidup di bumi sampai kiamat nanti. Adam dan Hawa dipertemukan dengan cinta, hingga muncul-lah generasi penerusnya. Semua orang tak luput dari yang namanya cinta.
BIRUNYA LANGIT CINTA, sebuah novel karya Azzura Dayana mengingatkan saya pada kisah masa SMA beberapa tahun yang lalu. Sudah lama sebenarnya saya membaca novel ini, kira-kira di awal tahun 2007, kelas 1 SMA. Waktu itu saya ikut menjadi panitia bedah buku dan training Zero to Hero bersama Ust. Sholihin yang diselenggarakan oleh KARISMA(Kelurga Besar Rohis SMA/SMK/MA se-Purworejo). Alhamdulillah waktu itu saya sudah bergabung dengan organisasi dakwah tingkat kabupaten ini.
Sambil menunggu syuro, biasanya kami sambil membaca buku. Kebetulan ada kakak angkatan dari SMA lain yang sedang membaca novel Birunya Langit Cinta. Saya sudah lumayan dekat dengan akhwat tersebut. Karena waktu itu saya direkomendasikan untuk menjadi ketua keputrian(sama seperti peran Daiyah, tokoh utama Novel tersebut), saya tiba-tiba dipinjemi buku itu. Katanya, agar dapat mengambil hikmah dari buku itu. Belum bilang pinjem, udah dipinjemi, Alhamdulillah. 
Bagus critanya. Alami dan nyata. Aktivis dakwah bukan malaikat yang terlepas dari nafsu. Aktivis dakwah juga bisa merasakan cinta. Dan cinta itu tak perlu di’kebiri’ seperti layaknya seorang pelayan gereja. Seorang aktivis dakwah tak perlu dipojokkan dengan perasaan cintanya, tapi upaya mengendalikan cinta itu yamg perlu dilakukannya.
Apa yang terjadi pada diri Dey(tokoh utama), mirip apa yang saya alami waktu itu. Dimana aktivitas saya yang harus bersinggungan dengan ikhwan-ikhwan sesama pengurus rohis. Ditambah lagi dengan datangnya guru Bahasa Inggris baru di SMA saya.
Semester II, kelas satu SMA saya sudah mulai disibukkan dengan aktivitas dakwah di sekolah. Ntah kenapa sama anak-anak kelas XI(pengurus rohis), saya lumayan dispecialkan dari pada anak kelas X lainnya. Dimana ketika teman-teman satu angkatan masih pada jadi peserta atau panitia teknis, saya sudah disertakan menjadi panitia inti. Dengan seperti itu saya menjadi sangat dekat dengan pengurus rohis. Kedekatan saya dengan pengurus rohis dan juga keterlibatan saya dalam aktivitas dakwah yang lebih jauh ini temtunya menuai konsekuensi. Konsekuensi menjadi tambah sibuk itu pasti. Tapi konsekuensi ikhwan pada tambah simpati itu yang merisaukan hati.
Mengarungi samudra cinta.......
Kenaikan kelas sudah di depan mata, otomatis estafet amanah untuk mengelola lembaga dakwah bergulir. Satu minggu setelah kenaikan kelas, Rohis SMA saya mengadakan reorganisasi(pelantikan pengurus baru). Memang benar, akhirnya saya mendapan amanah sebagai ketua keputrian, yang sebelumnya ingin dicalonkan oleh ketua rohis lama sebagai ketua rohis, karena tak terlihat ada ikhwan yang loyak terhadap dakwah sekolah waktu itu. Karena pertimbangan masalah kepemimpinan perempuan akhirnya saya ditetapkan menjadi ketua keputrian. Walaupu saya sebagai ketua keputrian, amanah mas’ul rohis seperti tetap terlimpah dipundak saya.
Dua hari setelah reorganisasi, saya dan dua akhwat lainnya mencoba untuk merapikan file-file rohis yang ada di masjid. Sambil sedikit demi sedikit mempelajari administrasi rohis. Pada saat kami asyik merapikan file, ketua rohis angkatan sebelumnya tiba-tiba menyapa kami dari balik hijab. Sekedar menanyakan apa yang sedang kami kerjakan. Namun, tiba-tiba dia menyibakkan hijab yang membatasi  tempat ikhwan dan akhwat. Kami kaget, tapi sudah biasa hal itu dilakukan(nakalnya anak rohis..he....). sehingga kami hanya berjarak, tak lebih dari 2 meter.
Awalnya sedikit membahas rohis, tapi tak disangka setelah itu sebuah pernyataan yang terasa membakar hati. Sebuah pernyatan cinta, dan mengharap sebuah status. Ya bisa dikatakan pacaran. Saya terdiam sesaat, mengatur emosi. Air mata sekuat tenaga saya tahan agar tak jatuh. Saya ingin terlihat tegar dihadapannya. Dengan tegas saya tolak pernyataannya. Saya ungkapkan seluruh argumen saya, dari yang bersifat syari’ah sampai dengan yang bersifat etika kemanusiaan. Tapi dia tetap tak bergeming. Dia selalu mematahkan argumen saya. Dengan keputusan akhir, saya masih bertahan dengan pendirian saya, begitupun dia. Akhirnya dia pergi dari masjid sambil marah-marah.
Saya pejamkan mata, bulir-bulir air mata mulai mengalir dari kedua belah sudut mata saya. Rasa sakit mengiris hati. Tak kusangka dia yang selama ini saya kagumi, bisa berbuat seperti ini. Saya berkhusnudzon di dalam hati, semoga  dia lakukan ini hanya untuk menguji kekuatan prinsip saya.
 Memori saya memutar kebeberapa bulan yang telah lewat. Saat awal-awal saya dan dia ketemu, memang signal-singnal itu sudah terasa. Tidak saya pungkiri, saya juga menaruh simpati pada dirinya. Apalagi kedekatan saya dengannya dalam aktivitas di Rohis maupun Karisma lebih dekat dibanding dengan akhwat-akhwat dikepengurusannya. Tapi saya tepis perasaan itu, karena saya tidak mau hati ini terkotori oleh perasaan itu.
Air mata saya tak berhenti sampai saya terlelap digelapnya malam. Perasaannya campur aduk, kecewa, benci, merasa bersalah, yang paling utama, merasa dilecehkan, merasa direndahkan sebagai seorang akhwat.
Setelah kejadian itu hubungan kami membeku beberapa minggu. Saya muak jika bertemu dengannya. Akhirnya dia minta maaf dengan perbuatannya itu, beberapa minggu kemudian setelah melalui proses diskusi lewat sms, lumayan panjang.
Setelah kejadian itu saya anggap tak pernah terjadi apa-apa antara kami berdua. Walaupun begitu, dia masih sangat perhatian dengan diri saya. Yang masih melekat di memory saya, waktu hp saya mati dia meminjamkan hp-nya untuk saya, karena waktu itu saya sangat membutuhkannya untuk koordinasi dengan teman-teman di SMA lain dalam persiapan acara yang diadakan Karisma. Saya menolaknya, tapi hp-nya tetap ditinggal dihalaman kost yang saya tempati. Selain itu, selama saya kelas III SMA, sedangkan dia sudah bekerja di Jakarta(karena belum mendapat kesempatan untuk kuliah), beberapa kali dia pulang dan membawakan madu untuk saya, karena kondisi kesehatan saya yang semakin menurun. Saya tak tau harus bersikap seperti apa dengan perbuatannya tersebut. Dan sebelum Ramadhan kemarin dia juga kerumah saya, karena mendengar kabar kalau saya sakit dan harus mengambil cuti kuliah.
Bukan hanya itu kisah diawal kelas II SMA. Waktu itu ada guru bahasa inggris baru juga, di sekolah saya dan kebetulan mengajar kelas saya. Ntah kenapa, pertama kali beliau ada kelas di kelas saya, terlihat sedikit ada perhatian khusus pada diri saya. Bukan hanya saya yang merasakan tapi teman saya pun merasakan hal yang sama. Sehingga teman-teman saya sering jodoh-jodohin saya dengan guru tersebut. Bedanya dengan Dey(tokoh utama novel), saya tidak ada perasan apa-apa terhadap guru tersebut. Walaupun guru tersebut masih sangat muda. Hanya kagum karena kecerdasannya.
Tidak berhenti di sini....
Dengan amanah yang saya rasakan sangat berat, rasa butuh perhatian itu pasti ada. Ditengah kegersangan semangat pada diri saya. Ada seorang alumni yang saya rasakan memberikan perhatian lebih, pada diri saya. Dia seorang ikhwan, sebut saja akh Hasan(bukan nama asli). Awalnya saya merasa biasa-biasa saja. Kagum sih biasa, saya yakin semua yang tau beliau pasti menaruh kagum padanya, entah akhwat, entah ikhwan. Guru-guru pun juga sering mengambil teladan dari dia. Sholeh, organisator dan berperestasi.
Semakin hari kita semakin sering berhubungan via dunia maya, karena beliau tinggal di Jabodetabek. Masalah-masalah terkait dakwah sekolah kami coba pecahkan bersama. Namun, suatu hari ada seorang alumni yang kebetulan tinggal satu daerah dengannya, cerita kesaya bahwa dia bertemu dengan akh Hasan.
Dia bertanya pada akh Hasan,” akh, sering hubungi khusnul nggak?”
“Iya, emang kenapa? Emang dia sudah ada yang ‘mesen’?” jawab akh Hasan.
Setelah kejadian itu, saya mulai jaga jarak. Tapi saya rasakan dia malah tambah cair. Padahal dia terkenal ikhwan yang sangat menjaga. Tak terasa benih-benih bunga mulai bermekaran dihati saya seiring berjalannya waktu. Saya mencoba untuk terus menekannya. Walaupun kadang harus berbuah air mata. Satu do’a yang sering saya panjatkan, “segerakan dia untuk menikah”. Saya selalu menepis pikiran bahwa dia memiliki perasaan terhadap saya. Saya tau banyak akhwat yang mendambakan dirinya untuk menjadi pendamping hidup.
Waktu pun terus berjalan. Saatnya saya mulai meningkalkan bangku SMA. Alhamdulillah saya diterima di dua kampus sekaligus. Di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tanpa tes, dan juga di UGM dengan masuk melalui UM UGM. Bingung itu pasti karena itu pilihan utama semua, yang ketrima. Ditambah komentar-komentar dari teman-teman, ada yang nyaranin ke UIN, ada yang nyaranin ke UGM. Namun pas hari terakhir daftar ulang, subuh-subuh dia sms saya, yang bisa saya simpulkan, meyakinkan saya untuk memilih UIN.
Alhamdulillah, dipenghujung semester satu saya kuliah, dia mengabarkan kepada saya, bahwa dia akan menggenapkan separuh dien-nya. Rasa sakit itu tetap ada, tapi saya tetap bersyukur, hati saya menjadi tenang.
Memasuki bangku kuliah cobaan virus merah jambu itu terus membayang-bayangi kehidupan saya. Ada beberapa yang lewat perantara teman, teman satu kampus, teman satu organisasi. Sampai-sampai pada semester satu, tersebar kabar bahwa saya akan menikah. Guru ngaji saya yang tabayyun langsung pada diri saya.
Karena hal inilah yang mendorong saya mengignginkan untuk nikah muda. Salah satunya untuk menghindari fitnah.
Crita terakhir mungkin sedikit konyol tapi benar-benar terjadi, ada dua orang teman akhwat yang bilang kesaya kurang lebih sama,”kalau aku ikhwan, mungkin aku juga akan mencintaimu, mengharapkan kamu menjadi pendampingku.”
Waduh... sebenarnya apa yang terjadi didalam diri saya? Cantik nggak, pinter juga nggak, malah sakit-sakitan?
Wallahua’lam bissowab...
Semoga Allah selalu menjaga kita semua dari segala fitnah dunia. Amiin...


Nb: penyelesaian masalah-masalah tersebut tidak terlepas dari membaca buku-buku proU lain yang bertema merah jambu.

Kisah ini untuk diikutsertakan dalam Lomba Kisah Menggugah Pro-U Media 2010 di http://proumedia.blogspot.com/2010/10/lomba-kisah-pendek-menggugah-pro-u.html


Jumat, 19 November 2010

Catatan : Lose Memory

"Ya Allah jika Engkau memang ingin mengurangi ingatanku, aku ikhlas... Satu hal yang aku minta, jangan pernah kau cabut ingatanku pada-Mu"

Selasa, 16 November 2010

Catatan : PASTI BINGUNG

Yang baca crita tentang kaki aku kemaren pasti binggung.
sakit apa ni orang? kayaknya menderita bener?(padahal nggak menderita-menderita amat juga kok, biasa aja..he....)
hmmmm....klo orang tanya aku sakit apa? aku sendiri juga bingung...
dari berawal sakit panas-panas biasa waktu kecil sampai sekarang katanya ada suatu masalah diotakku...
hanya Allah yang tau, karena Dialah yang menganugerahkannya.

Senin, 15 November 2010

Catatan : BEGINILAH RASANYA NGGAK BISA JALAN

         Hmmm...sudah sebulan ini aku nggak bisa jalan. Kakiku lemas, nggak kuat untuk jalan. Itu sih masih lumayan, karena kadang disertai dengan rasa kesemutan&juga sakit luar biasa.
Selain aku sekarang nggak bisa jalan, aku juga harus menahan rasa sakit setiap saat, terutama ketika malam tiba. Pusing yang bikin kepala mau pecah, mual, kesemutan seluruh tubuh, sakit diseluruh bagian tubuhku sebelah kiri, disertai sesak nafas, dan kalau aku sudah tak kuat lagi menahan sakit, biasanya langsung kejang.
Kembali ke kakiku, kakiku yang sebelah kiri mulai sulit untuk jalan, sejak keluar dari rumah sakit sebulan yang lalu.
Rasa sedih, kecewa, putus asa pasti ada. Apalagi sudah bertahun-tahun aku sakit, sampai aku harus sejenak berhenti kuliah. Dan sekarang ditambah dengan masalah dikakiku, yang sebenarnya itu merupakan fase dari sakitku yang sudah bertahun-tahun aku derita. Tapi aku nggak mau orang-orang disekitarku juga merasa sedih terutama ibu.  
Aku berusaha untuk selalu semangat, bangkit&bangkit. Ini bukan akhir dari segalanya bagiku. Aku masih bersyukur aku masih punya kaki, masih ada harapan lagi untuk bisa jalan. Namun, kalaupun Allah menakdirkan aku selamanya seperti ini, aku tetap ikhlas. Aku yakin ada rahasia Allah dibalik ini semua.
“AKU CUMA NGGAK MAU ORANG MENARUH KASIAN PADAKU”